Minggu, 11 Januari 2009

PROFESIONALISME DAN KOMPETENSI GURU

Jabatan guru sebagai profesi barangkali merupakan hal baru dalam khasanah pendidikan di Indonesia terutama setelah Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Undang-Undang guru dan Dosen (UUGD) disyahkan oleh DPR. Sesuai dengan amanat Undang- Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan serta ditetapkanya Peraturan Mentri pendidikan Nasional No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Dipandang perlu untuk menyelenggarakan sertifikasi pofesi melalui penilaian portofolio atau melalui pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Bila dilihat proses ditetapkanya UU No 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 dengan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No 18 Tahun 2007 yang mengatur tentang sertifikasi guru dalam jabatan terdapat jeda waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan adanya berbagai tanggapan miring terhadap keseriusan pemerintah dalam upaya mengembangkan profesionalisme guru melalui sertifikasi guru dalam jabatan. Sertifikasi guru dalam jabatan mengatur apakah seorang guru layak mendapat sertifikat profesi yang diikuti dengan pemberian tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok atau tidak setelah melalui penilaian portofolio. Apabila dalam penilaian portofolio tidak lulus maka harus mengikuti diklat PLPG yang dilaksanakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
Keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dengan melaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan semakin nyata setelah pemerintah melalui Departemen pendidikan nasional menyelenggarakan penilaian portofolio sejak tahun 2007 dan semakin bertambah kouta guru yang mendapat kesempatan untuk mengikuti penilaian portofolio pada Tahun 2008. Hal ini tentu saja merupakan kabar gembira yang selama ini ditunggu-tunggu oleh para guru. Namun ada satu pertanyaan yang menggelitik seperti yang terdapat dalam web milik Universitas Negeri Yogyakarta yaitu apakah dengan diklat PLPG mampu membentuk guru profesional ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut akan diuraikan tentang hakekat profesionalisme, tuntutan kompetensi guru dan strategi pengembangan profesionalisme guru yang merupakan salah satu materi diklat PLPG sebagai bahan utama dalam tulisan ini diambil dari buku materi : Dr. Rochmat Wahab, MA, Pengembangan Profesionalisme Guru, Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Negeri Yogyakarta : 2008 )

A. Hakekat Profesionalisme
Istilah profesionalisme sering didengar dalam pembicaraan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan pekerjaan yang bersifat formal. Seseorang harus profesional terhadap bidang tugas / kerjanya kalau tidak maka bisa tergusur oleh yang lain yang dianggap lebih profesional. Dalam hal ini maka profesionalisme selalu mendorong untuk berkompetisi dan meningkatkan kemampuan profesionalitasnya. Dalam buku Pengembangan Profesionalisme Guru dijelaskan tentang hakekat profesionalisme antara lain yang dikemukakan oleh Orstein dan Levine yang menegaskan bahwa pada dasarnya pekerjaan mengajar dapat dikategorikan kedalam tiga kategori yaitu mengajar merupakan :
1. Semiprofession
Dilakukan melalui pelatihan dalam jangka pendek, bahkan mengajar dapat dilakukan oleh siapapun yang mengaku pernah diajar, karena itu mengajar cukup meniru saja tanpa latihan yang memadai.
2. Emerging profession
Mengajar disatu sisi dikatakan suatu profesi, disisi lain dikatakan bukan suatu profesi bahkan bisa dikatakan kategori ambivalen. Mengajar merupakan suatu pekerjaan yang menuntut penyesuaian yang terus menerus, seiring dengan perubahan tuntutan masyarakat yang terus berkembang, sehingga seorang guru harus terus menerus melakukan up-dating ilmu dan materi, bahkan metodenya sehingga pembelajaranya benar-benar kontekstual.
3. Full Profession
Mengajar merupakan suatu profesi yang anggotanya memiliki pengetahuan tertentu dan dapat menerapkan pengetahuanya untuk meningkatkan kesempatan dalam masalah pendidikan. Secara rinci mengajar sebagai profesi menuntut sejumlah karakterisrik, diantaranya adalah :
a. Rasa melayani masyarakat, suatu komitmen sepanjang waktu terhadap karir.
b. Pengetahuan dan ketrampilanya berada diatas kemampuan orang pada umumnya.
c. Aplikasi riset dan teori terhadap praktek (berkenaan dengan problem kemanusiaan).
d. Membutuhkan waktu yang panjang untuk latihan spesialisasi.
e. Adanya kontrol terhadap standar lisensi dan persyaratan masuk.
f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang bidang kerja pilihan.
g. Suatu penerimaan tanggung jawab terhadap penilaian yang dibuat dan tindakan yang dipertunjukan berkaitan berkaitan dengan layanan yang diberikan berupa seperangkat standar penampilan.
h. Komitmen terhadap kerja dan klien yang diindikasikan dengan penekanan pada layanan yang diberikan.
i. Penggunaan administrator untuk memfasilitasi kerja profesional, sehingga ada kebebasan yang relatif dari perlakuan supervisi.
j. Organisasi bersifat otonom dan terdiri dari atas anggota-anggota profesi.
k. Adanya asosiasi profesi dan kelompok elit yang memberikan penghargaan terhadap prestasi individual.
l. Adanya kode etik yang membantu untuk mengklarifikasi masalah-masalah atau hal-hal yang meragukan berkaitan dengan layanan yang diberikan.
m. Tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap para praktisi secara individual.
n. Prestise dan penghargaan ekonomik yang tinggi.

B. Kompetensi Guru
Pengertian kompetensi seperti yang dinyatakan dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Undang-Undang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dengan demikian kompetensi pada hakekatnya terdiri atas aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Lebih khusus berkenaan dengan kompetensi guru , pada RPP Guru, pasal 4 ayat (2) dinyatakan bahwa kompetensi guru terdiri dari atas empat komponen, yairu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan kompetensi personal. Selanjutanya pada RPP Guru pasal 4 ada lima ayat yaitu ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) yang terkait dengan kompetensi guru. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut. Pada pasal 4 ayat (3) dinyatakan bahwa kompetensi guru yang dimaksud dala ayat (2) bersifat holistik. Sedangkan ayat (4) menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi :
1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
2. Pemahaman peserta didik;
3. Pengembangan kurikulum atau silabus;
4. Perancangan pembelajaran;
5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran;
7. Evaluasi hasil belajar; dan
8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Ayat (5) menegaskan bahwa kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang :
1. Mantap;
2. Stabil;
3. Dewasa;
4. Arif dan Bijaksana;
5. Berwibawa;
6. Berakhlak mulia;
7. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
8. Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
9. Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjuatan.

Ayat (6) menegaskan pula bahwa kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk :
1. Berkomunikasi lisan, tulisan, dan isyarat;
2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; dan
3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik; dan
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Untuk melengkapi rumusan-rumusan kompetensi tersebut diatas, kiranya setiap guru yang ingin tampil terbaik sebagaimana dikemukakan oleh Tammy Belavek, maka seorang guru seharusnya :
1. Memiliki misi.
2. Memiliki suatu keyakinan positif bahwa dia mampu bekerja dengan sukses bersma-sama peserta didik.
3. Mengenal bahwa pilihan yang dibuat memiliki dampak yang mendalam terhadap keberhsilan dirinya.
4. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah yang memungkinkan bagi guru untuk mengatasi setiap tantangan yang mereka hadapi.
5. Membangun hubungan positif dengan peserta didik. Mereka menyadari bahwa semakin banyak peserta didik percaya, semakin banyak keinginan peserta didik untuk belajar bersama guru.
6. Membangun hubungan yang positif dengan orang tua atau pengasuh.
7. Memelihara sikap yang positif.
8. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang membantu guru memotivasi dan meningkatakan efektivitas kegiatan kelas.
9. Mengambil langkah yang diperlukan untuk mengindari guru ?
10. Mengetahui penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik dan kepuasan yang terbesar di luar mengajar.
11. Menjadi bagian dari keseluruhan tim sekolah.
12. Mengajar peserta didik dengan strategi pilihan, sehingga peserta didik dapat mencapai potensi yang tertinggi dan meraih keberhasilan.

Sebagai seorang pendidik dan guru yang profesional hendaknya memahami tentang hakikat profesionalisme guru sehingga dalam melaksanakan tugas profesionalnya didasari oleh sejumlah pengetahuan dan pemikiran serta landasan yang berkaitan dengan tugas pokoknya. Seorang guru yang profesional harus memiliki kompetensi yang dipersyaratkan sebagaimana tertuang dalam UU No 14 tahun 2005 tentang UUGD dan kompetensi yang lain yang dapat membantu dirinya dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru mutlak diperlukan baik yang dilakukan oleh guru secara mandiri maupun yang diprogramkan oleh pemerintah sehingga guru selalu memiliki pengetahuan yang up to date sesuai dengan perkembangan masyarakat yang selalu berubah dalam hitungan detik.

C. Strategi Pengembangan Profesionalisme Guru
Menyadari posisi guru sebagai pekerjaan profesional, kiranya memerlukan strategi pengembangan, sehingga ke depan guru semakin dihargai dan mampu memberikan layanan pendidikan yang lebih bisa dipertanggunghjawabkan secara publik. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan profesionalisme guru, diantaranya :
1. Pengembangan Standar Profesional
Yang terdiri dari kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial, upaya yang ini diperlukan untuk memantapkan formulasi kompetensi, sehingga memiliki nilai-nilai yang lebih fungsional.
2. Pengujian Kompetensi, baik Guru lama maupun Guru Baru.
Untuk menjamin nilai profesionalisme guru, pengujian guru perlu dilakukan baik terhadap guru lama maupun baru, sehingga kompetensi selalu terjaga relevansinya. Hal ini berlaku seperti sekarang, bahwa untuk memulai proses pemilikan sertifikat pendidik, sebagai bukti guru yang profesional, maka semua guru harus melalui proses ujian. Untuk guru dalam jabatan menggunakan portofolio, dan untuk guru pra jabatan akan diberlakukan program pendidikan profesi.
3. Menekankan Kualitas Guru daripada Kuantitas
Walaupun dalam batas tertentu, kuantitas guru itu diperlukan, ketersediaan guru memang sangat penting terutama di aderah-daerah tertentu, apakah daerah terpencil, daerah perbatasan, namun yang jauh lebih penting adalah kualitas guru, sehingga diharapkan kehadiran mereka dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan.
4. Evaluasi Kompetensi Guru secara Periodik.
Untuik menjamin profesionlisme seorang guru, dirasakan perlu sekali dilakukan evaluasi secara periodik., sehingga kevalidan sertifikat pendidik tetap terjaga. Memang upaya ini untuk konteks di Indonesia rasanya berat sekali, mengingat untuk membuat semua guru harus bersertifikat pendidik saja diperluksn biaya yang sangat besar.
5. Pengembangan Profesional ( Inservice Training ).
Mengingat kebutuhan dan tuntutan lapangan dan stakeholders itu terus berubah dan meningkat, maka pengembangan profesional yang berupa inservice training merupakan suatu kebutuhan yang tak bisa dihindari
6. Penegakan Kode Etik
Keberlangsungan suatu profesi pada hakekatnya sangat bertumpu pada kode etik, sehingga organisasi profesi harus benar-benar fungsional. Jika PGRI berkeyakinan mampu membawa misi profesionalisme lebih tinggi daripada misi lainya (katakanlah misi politis), maka sudah sepatutnyalah PGRI harus mengawal penegakan kode etik, namun jika tidak mampu mengedepankan misi profesionlisme, maka sebaiknya dirintis organisasi profesi lainya.